Hampir setiap budaya memiliki ritual yang berkaitan dengan kematian. Ada banyak alasan mengapa kematian harus dihadapi melalui ritual. Selama upacara kematian, beberapa kegiatan yang berkaitan dengan kematian seseorang dilakukan di masyarakat, yang memberikan kesan sedih.
Melakukan upacara kematian biasanya diawali dengan mandi, mengafani, berdoa, menguburkan dan mendoakannya. Pelaksanaannya tergantung pada adat dan tradisi masyarakat yang bersangkutan.
Tradisi menunjukkan bagaimana individu sebagai anggota masyarakat berperilaku baik dalam kaitannya dengan kehidupan di dunia maupun kehidupan setelah kematian yang bersifat supranatural.
Aturan, norma, dan sistem kepercayaan memandu perilaku dalam kehidupan. Masih banyak masyarakat yang menganggap aturan, norma dan adat istiadat sebagai pedoman berperilaku.
Perihal tradisi, masyarakat Minangkabau masih menjunjung tinggi kebudayaan terkait ritual kematian, meskipun hanya segelintir masyarakat yang sudah tidak menjalankan ritual kematian.
Kita dapat berkaca pada naskah digital yang berjudul "Syair Fakih Saghir" koleksi Surau Calau, Sijunjung-Sumatera Barat yang menjelaskan Minangkabau pada abad ke-19 berarti kita melihat keunikan Islam dan budaya lokal dalam akulturasi budaya dalam penyebaran Islam masa lalu.
Pandangan, konsep, tindakan, dan ritual yang berkaitan dengan kematian secara internal terkait dan dipengaruhi oleh posisi atau status seorang Muslim, nilai-nilai budaya dan simbol masyarakatnya, dan prinsip-prinsip struktur sosial. Pada saat yang sama, ritual-ritual ini juga merepresentasikan pengakuan kekhasan budaya dengan mengadopsi perspektif analisis yang berbeda.
Dengan melakukan ritus kematian syekh ini, Fakih Saghir seolah menggambarkan bahwa umat Islam sedang berdialog antara tatanan budaya yang berpotensi saling bertentangan, yaitu imperatif Islam dan nilai-nilai yang terkandung dalam kaidah Al-Qur'an dan Hadits, menyatu dalam masyarakat tertentu.
Ketidakberdayaan umat beragama untuk melangkah ke dalam hirarki pemerintahan sebagai pemimpin pada saat itu agaknya menjadi alasan mengapa Fakih Saghir menempatkan syekhnya sebagai kematian seorang raja di tempat yang mereka pandang sebagai kerajaan kecil.
Dengan demikian, prosesi kematian yang dijelaskan oleh Fakih Saghir menempatkan tokoh-tokoh puisi dalam konteks budaya yang lebih luas, dan bagi kita rekonstruksi makna dianalisis sesuai dengan ritual yang berlaku.
Editor : Saridal MaijarSumber : 148104