Kesehatan - Dilansir dari kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang menghapus aturan rapid test Covid 19 bagi penyintas perjalanan. Karena hasilnya tidak dapat di validisasi, akan kemungkingan seseorang positif korona atau tidak.
Baca juga : Inilah 10 Besar Negara Dengan Tingkat Kematian Tertinggi Akibat Covid-19
Sebelumnya Kepmenkes nomor HK.01.07/MENKES/413/2020, tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 yang dirilis Juli 2020, menjelaskan penggunaan rapid tes tidak digunakan untuk diagnostik.
Berdasarkan hal ini, dihimbau kepada masyarakat yang setelah melakukan rapid test untuk tidak panik dan galau.
Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Dokter Reisa Broto Asmoro menambahkan, menjalani rapid test antibodi juga bukan berarti dikarantina. Seseorang yang melakukan rapid test, masih dapat beraktivitas dengan menjalankan protokol kesehatan, selama hasilnya negatif atau non-reaktif.
Namun jika hasil rapid test terbukti reaktif, berikut adalah langkah selanjutnya yang harus dilakukan. Dikutip dari primayahospital,
- Hasil rapid test Covid-19 reaktif bukanlah sebuah malapetaka.
- Rapid test sebagai alat screening awal untuk mendeteksi Covid-19, bukanlah penentu seseorang positif atau negatif corona.
- Tes ini dilakukan hanya untuk melihat keberadaan antibodi di dalam tubuh, yang bisa menjadi dugaan awal bahwa seseorang positif Covid-19.
- Dibutuhkan setidaknya dua kali rapid test untuk memastikan keberadaan antibodi.
- Setelahnya, diperlukan Swab Test atau Tes Usap dengan metode polymerase chain reaction (PCR test) guna menegakkan diagnosis.
- Tes lain juga mungkin dibutuhkan, seperti CT scan dan roentgen.
Baca juga : Gejala Baru Covid-19 : Telinga Pasien Berdenging (Tinitus)
Editor : Saridal MaijarSumber : 748